Pontianak, Selasa 9 Desember 2025- onenews.co.id
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, I Wayan Gede Arianta, SH., MH, mengungkapkan dalam siaran persnya pada Selasa (9/12) bahwa Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) telah menyetujui permohonan penghentian penuntutan melalui mekanisme Restorative Justice atas perkara kecelakaan lalu lintas yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Sambas.
Dalam keterangannya, Arianta menegaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan hubungan kekerabatan antara pelaku dan korban.
“Ketika luka duka menyelimuti dua keluarga yang berasal dari akar yang sama, hukum tidak selalu harus berbicara dengan suara yang keras. Ada kalanya keadilan hadir melalui sentuhan nurani—dengan merajut hubungan yang terbelah oleh musibah, bukan memperlebar jaraknya.” ujarnya.
Disetujui Secara Virtual oleh Dir E atas Nama Jampidum:
Melalui sarana virtual, Dir E Robert M. Tacoy, SH., MH., atas nama Jampidum Kejaksaan Agung RI, menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap perkara kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Perkara tersebut melibatkan pengemudi Toyota Calya KB 1184 PH, tersangka Aris alias Aris bin Ahmad Taruna, dan seorang pesepeda lanjut usia (“nek aki”) yang secara tiba-tiba menyeberang dari sisi kiri jalan sehingga tabrakan tak terhindarkan.
Hasil penyidikan menunjukkan bahwa kecelakaan terjadi murni karena kelalaian korban, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (3) atau (4) UU Nomor 22 Tahun 2009.
Selain itu, pelaku dan korban memiliki hubungan keluarga, sehingga proses penyelesaian kekeluargaan dapat ditempuh tanpa syarat.
Musyawarah Berjalan Damai, Keluarga Korban Memaafkan:
Dalam proses pengajuan Restorative Justice, Jaksa Peneliti Kejari Sambas memastikan seluruh ketentuan Perja Nomor 15 Tahun 2020 serta Peraturan Kejaksaan Nomor 3 Tahun 2023 terpenuhi.
Keluarga korban, tersangka, tokoh masyarakat, aparat desa, dan penyidik Polres Sambas hadir dalam forum musyawarah.
Keluarga korban menerima dan memaafkan pelaku dengan lapang dada, serta menyatakan tidak menghendaki proses hukum dilanjutkan karena memahami bahwa kejadian tersebut merupakan musibah yang tidak disengaja.
Dir E menyetujui penghentian penuntutan setelah mempertimbangkan beberapa aspek penting:
Terpenuhinya seluruh syarat Restorative Justice.
Tidak adanya unsur kesengajaan.
Hubungan kekerabatan antara pelaku dan korban.
Pelaku menunjukkan penyesalan mendalam dan bertanggung jawab secara moral.
Penerapan Sanksi Sosial dan Pelatihan Kerja:
Kajari Sambas Sulasman, SH., MH., menyampaikan terima kasih atas dukungan Jampidum dan memastikan akan menjalankan seluruh keputusan.
Tersangka akan menjalani:
Sanksi sosial: membersihkan Kantor Desa Sabing, Kecamatan Teluk Keramat, selama 1 bulan (2 kali seminggu, masing-masing 1 jam).
Pelatihan kerja: keterampilan mekanik/otomotif di Balai Latihan Kerja Kabupaten Sambas selama 1 bulan (2 kali per minggu, 1 jam per pertemuan).
Kejaksaan Tekankan RJ Tidak Boleh Disalahgunakan:
Di akhir ekspose, Dir E menegaskan bahwa Restorative Justice tidak dapat diterapkan sembarangan dan hanya diberikan jika kondisi objektif benar-benar memenuhi syarat, dengan tetap memperhatikan rasa keadilan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Dr. Emilwan Ridwan menyatakan apresiasinya atas keputusan Jampidum dan menegaskan bahwa kebijakan penegakan hukum humanis harus mengedepankan pemulihan, bukan pembalasan.
Harapan Kejaksaan untuk Masyarakat.
Kejaksaan berharap penyelesaian ini:
Memberikan kepastian hukum,
Memperbaiki hubungan kekeluargaan,
Menjadi edukasi bagi masyarakat untuk berhati-hati dalam berlalu lintas,
Menguatkan nilai musyawarah dalam penyelesaian perkara kasuistis.
Laporan : zainul irwansyah


