Jakarta, One News- Prof. Zainal Abidin Mochtar selaku saksi ahli yang dihadirkan Termohon pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) terkait pembuktian yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan, bahwa Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI) milik Aries Sandi Darma Putra merupakan produk yang dihasilkan dari kewenangan pejabat lembaga yang telah
diakui oleh Negara.
Untuk itu, Prof. Zainal memohon kepada Majelis MK sesama Lembaga Negara untuk menghormatinya, terlebih SKPI tersebut telah berkali-kali digunakan dalam proses pencalonan Pilkada dan Pileg, yang sudah melalui tahapan verifikasi faktual.
" SKPI itu, yang berhak mengeluarkannya Dinas Pendidikan yang punya kewenangan sesuai regulasinya dan itu menjadi produk Negara yang harus dipatuhi dan dihormati oleh sesama lembaga negara," ucapnya, di Sidang pembuktian MK, Jakarta, Jumat (7/2/25)
" Apalagi SKPI itu, oleh Aries Sandi sudah pernah dipakai berkali-kali, mulai dari Pilkada hingga Pileg. Ini membuktikan kalo Negara mengakui bahwa menggunakan SKPI dalam pencalonan dibenarkan dan sah," tambahnya
Sederhana saja kata Zainal dalam menyikapi soal ijasah ini. Pertama, yang harus dilihat apakah SKPI boleh digunakan sebagai syarat pencalonan. Pastinya boleh. Peraturan sudah menyatakan boleh, lalu putusan MK juga sudah menegaskan bahwa SKPI dianggap setara dengan ijazah.
Sedang menanggapi dalil pemohon yang mempertanyakan keabsahan SKPI, Prof. Zainal menyatakan bahwa prinsip hukum Administrasi Negara mengedepankan asas praduga keabsahan.
"Jika ada dugaan bahwa SKPI tidak ada, maka yang perlu ditekankan adalah apakah lembaga yang berwenang benar-benar mengeluarkan SKPI tersebut. Saya kira, kantor yang berwenang mengeluarkan SKPI itu sudah melakukannya. Jadi dalam struktur hukum administrasi negara, ada asas praduga keabsahan, yaitu setiap keputusan atau dokumen yang dikeluarkan negara harus dianggap benar sampai terbukti sebaliknya," jelasnya.
Di tegaskan Prof. Zainal, bahwa pembatalan suatu dokumen negara hanya dapat dilakukan melalui dua cara, yakni oleh lembaga yang mengeluarkan dokumen tersebut atau melalui putusan pengadilan yang berwenang.
"Sejauh yang saya pahami, pembatalan dokumen administrasi semacam ini berada di ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan sampai saat ini belum ada pembatalan. Apakah Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan keabsahan suatu dokumen? Saya kira, ini masih menjadi perdebatan," tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Zainal menjelaskan mekanisme penerbitan SKPI berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 29 Tahun 2010. Ia menekankan bahwa dalam kondisi kehilangan ijazah, ada persyaratan khusus yang berbeda dengan penggantian biasa.
"Pasal 21 Permendikbud sudah menjelaskan bahwa dalam kondisi hilang, tidak semua elemen seperti nomor ijazah harus dicantumkan. Ada pengecualian yang diatur dalam pasal 29. Oleh karena itu, sulit untuk menyatakan SKPI ini tidak sah, kecuali sudah dibatalkan oleh lembaga yang mengeluarkannya," pungkasnya (red